Maraknya
perburuan satwa liar yang dilindungi di hutan Malang Raya jadi perhatian
serius. Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA), Perhutani, dan PROFAUNA
Indonesia pun menggelar operasi besar mengejar para pemburu. Tim Jawa Pos Radar
Malang, Abdul Muntholib dan Darmono, ikut langsung dalam tim operasi besar
tersebut.
Sepuluh
pengendara motor trail bergerak dari markas PROFAUNA, Desa Petungsewu,
Kecamatan Dau, menuju hutan lindung di Wagir, Sabtu (7/11) pukul 09.00. Disusul
tiga mobil double cabin 4×4 milik Perhutani KPH Malang, BKSDA, serta Direktorat
Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Mereka adalah tim gabungan yang
dibentuk untuk membongkar perburuan liar dan menangkap para pemburu yang sudah
meresahkan. Total ada 26 petugas yang menyusuri hutan belantara tersebut,
termasuk tim Polisi Hutan Mobile (Polhutmob) bersenjata api lengkap.
Butuh
waktu sekitar 40 menit menuju pos pertama di Precet Water Park, kawasan hutan
lindung Wagir. Di sana, mereka sudah disambut tim dari Bagian Kesatuan Pemangku
Hutan (BKPH) Wagir dan perwakilan Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH). Proses
koordinasi dan strategi pun dimatangkan. Sekitar delapan tim dari PROFAUNA
lebih dulu naik menyebar ke sejumlah bukit di sekitar Gunung Pitrang, Gunung
Batu Tulis, dan Gunung Loksongo. Semuanya berada di bawah BKPH Wagir. Mereka
merupakan tim penyisir yang bertugas menjadi informan untuk memantau pergerakan
pemburu. Semua anggota tim penyisir ini sudah dibekali alat komunikasi handy
talky (HT). Ini karena di bukit dengan ketinggian di atas 1.200 dpl tersebut
tidak ada sinyal.
Delapan
penyisir itu tersebar ke empat pos. Masing-masing pos dua petugas. Sementara tim lain dari Polhutmob, BKSDA, dan penegak hukum (gakkum) siaga di
pos Precet Forest Park. Mereka siaga, begitu muncul aba-aba ada pemburu,
langsung mengepung area.
Sekitar
pukul 13.00, tim Polhutmob yang di pos pertama mulai menyebar. Sebagian naik
menuju pos pantau di dekat Coban Loksongo. Jarak tempuhnya sekitar empat
kilometer dari Precet Water Park. Jalan menuju pos tersebut menanjak dan
terjal. Hanya motor jenis trail yang memungkinkan bisa naik ke pos tersebut.
Sebagian tim berhenti di pos pantau Loksongo.
Namun,
ada lagi anggota tim yang meneruskan perburuan hingga menuju Coban Loksongo.
Karena di atas Coban Loksongo itulah tempat komunitas lutung jawa yang jadi
target perburuan. Beberapa pencari kayu, termasuk petugas sumber air yang
ditemui di hutan, juga kerap melihat langsung pemburu lutung menuju ke bukit di
atas Coban Loksongo.
”Saya
sering lihat mereka (pemburu) berangkat mulai sore hari. Menjelang subuh
biasanya turun dengan membawa hasil buruan,” terang Imam Sujari, warga yang
ditemui dekat Coban Loksongo.
Dari
informasi itu, tim kian semangat. Dengan menunggangi trail, tim bergegas
mendekati Coban Loksongo. Butuh perjuangan berat menuju kawasan Coban Loksongo.
Selain jalan licin, menanjak, terjal, lebar jalan juga hanya setapak. Butuh
keberanian dan nyali tinggi untuk bisa menembus hutan yang cukup perawan
tersebut. Di sisi kanan ada jurang sangat curam, sedangkan sisi kiri pepohonan
liar nan rimbun.
Tim Jawa
Pos Radar Malang bersama Ketua PROFAUNA Rosek Nursahid mencoba menembus hingga
ke ujung jalan. Hanya, kurang dari selemparan batu dari ujung jalan, akses
sudah buntu. Di tengah jalan yang hanya setapak itu terhalang pohon besar dan
akar-akarnya. Motor trail yang ditunggangi tidak mungkin maju lagi. Mundur pun
kerepotan. Ibaratnya, maju kena, mundur kena. ”Tidak ada pilihan, kita harus
saling bantu gotong motor trail ini untuk putar balik. Keamanan diri juga
penting,” ungkap Rosek Nursahid sembari menunjuk curamnya jurang di samping
roda trail.
Setelah
tiga motor trail berhasil diputar balik dengan cara digotong, tim kembali ke
pos pantau. Di sana, tim Polhutmob pun siaga. Setiap pergerakan warga diawasi.
Petugas di pos lain terus saling komunikasi lewat HT setiap ada warga yang
masuk hutan. Sembari melakukan pengintaian, tim banyak menggali informasi ke
warga yang masuk hutan. Satu per satu ditanya keperluannya. Termasuk menanyakan
lokasi di mana orang-orang biasanya berburu hewan.
”Yang
saya tahu, biasanya warga Ngajum kerap berburu di sini. Mereka anak muda-muda.
Tapi yang mereka cari biasanya burung,” ungkap Sucipto, salah satu warga yang mengaku
bertugas membenahi pipa air dari sumber air di atas bukit.
Puas
menggali informasi dari warga, Ketua PROFAUNA Rosek Nursahid dan tim kembali
turun sekitar pukul 19.00. Termasuk tim dari pos lain juga sama-sama menuju pos
pertama di Precet Water Park untuk makan malam. Sembari makan malam, mereka
kembali atur strategi dan pembagian pos baru. Baru ada pukul 21.00, mereka
kembali beroperasi ke pos di atas bukit hingga dini hari.
Operasi
tersebut berlangsung sampai Minggu malam (8/11). Tidak ada temuan signifikan
pada operasi gabungan tersebut kecuali data tentang pintu masuk para pemburu
menuju komunitas lutung di atas Coban Loksongo. ”Setidaknya, dengan operasi
ini, kami menjadi tahu peta para pemburu di kawasan sini. Di sisi lain, ini
juga jadi shock teraphy bagi para pemburu agar mereka tidak berani lagi,” tegas
Kepala Resort Konservasi Wilayah 22 BKSDA (Wilayah Malang) Hari Purnomo yang
ikut dalam tim operasi.
Dia
menjelaskan, operasi ini sudah menjadi agenda rutin dua bulanan. Kebetulan,
BKSDA bersama tim PROFAUNA pada bulan lalu berhasil menemukan potongan lutung
jawa di jalur pendakian ke gunung Butak, Dau. Gunung Butak itu berdampingan
dengan Gunung Pitrang, Batu Tulis, dan Bukit Puncak Sanimin.
Tak
hanya itu, BKSDA juga baru saja menemukan lutung yang nyaris mati di hutan
Tirtoyudo. Kondisinya memprihatinkan. Karena perutnya sudah terluka bekas
jeratan. Akhirnya lutung itu dirawat dan dievakuasi ke Secret Zoo di Batu.
Sayangnya, hanya sekitar dua minggu di sana, lutung tersebut mati. Dari temuan itu,
akhirnya PROFAUNA, BKSDA, Perhutani, dan Gakkum LHK koordinasi untuk sekalian
melakukan operasi besar.
”Tapi
kami tidak berhenti di sini. Kami akan terus kejar pemburu satwa. Ini
pelanggaran berat,” ancam Hari Purnomo.
Dua
Pemburu Sudah Proses Hukum
Janji
Kepala Resort Konservasi Wilayah 22 BKSDA Hari Purnomo untuk terus melakukan
operasi pemburu satwa ditepati. Setelah tidak menemukan hasil signifikan pada
operasi pertama di kawasan hutan Wagir, razia bergeser ke kawasan Taman Hutan
Rakyat (Tahura) Batu. Tim gabungan itu dari PROFAUNA Indonesia dan juga
Perhutani BKPH Pujon. Operasi dimulai pada Senin pagi (16/11) pukul 08.00.
Baru
berjalan beberapa kilometer, tepatnya pukul 10.00, tim sudah menemukan sejumlah
jerat satwa yang dipasang pemburu. Jerat dari tali berbahan nilon. Panjangnya
15 meter x 1,5 meter. Lokasi penemuan itu tepat di atas Pura Arjuna, kawasan
Tahura. Namun, tim tidak berhasil menemukan pemasang jerat tersebut. ”Di Tahura
ada beberapa jerat satwa yang kami temukan. Ini bukti kalau pemburu masih
berkeliaran,” terang Ketua PROFAUNA Indonesia Rosek Nursahid.
Tak
hanya itu, dari razia tersebut, Nursahid juga mendapatkan data jika baru saja
ada warga sekitar hutan yang melihat pemburu lutung jawa. Karena hasil buruan
itu dimasukkan dua karung. Darah masih berceceran. Namun, warga tidak bisa
berbuat apa-apa, hanya diam. ”Kami percaya kalau temuan warga itu memang
primata yang dibunuh. Karena di kawasan Tahura itu salah satu tempatnya primata,”
ungkap Rosek.
Bukti
jeratan satwa tersebut kini telah diamankan. Ini nanti akan jadi evaluasi
bersama untuk melakukan langkah-langkah menghentikan perburuan satwa. Operasi
di Tahura itu dilakukan sehari.
Sementara
itu, Komandan Regu Polhutmob KPH Malang Surianto mengatakan, di tahun 2020 ini
perburuan memang masih marak. Dari data yang terungkap 14 September lalu
pihaknya berhasil menangkap dua pemburu asal Singosari, NT dan SB, di Hutan
Karangan, Karangploso. Barang buktinya berupa senapan angin dan burung. Kasus
ini sudah dilimpahkan ke Polres Malang. Keduanya melanggar Pasal 50 UU No 41
Tahun 1999 tentang Kehutanan. Karena semua yang berada di hutan lindung tidak
boleh dibawa, apalagi diburu. ”Proses hukum sedang berjalan, tapi kedua pelaku
belum ditahan,” tegas Surianto.
Artikel ini telah dimuat di Radar Malang tanggal 27 November
2020.
Website utama: www.profauna.net