Polisi menyebut perdagangan satwa dilindungi itu terjadi semenjak 1998.
Pendiri Yayasan ProFauna Indonesia Rosek Nursahid menduga perdagangan penyu yang tidak terungkap bahkan “lebih banyak” dari temuan polisi pada 30 April lalu yang berjumlah 21 penyu hijau.
Rosek
menduga praktik perdagangan penyu ini memiliki jaringan, karena kecil
kemungkinan hal itu dilakukan secara individu.
Namun,
polisi mengatakan penangkapan penjual penyu hijau kali ini tidak bekerja sama
dengan grup-grup atau sindikat.
Dari
hasil penyelidikan, Direktorat Kepolisian Perairan dn Udara Polda Bali
mengamankan 21 penyu hijau yang masih hidup dari seorang tersangka berinisial
MJ, seorang warga Benoa, Badung, Bali.
Penyu-penyu itu, kata Stefanus, didapatkan dari daerah Madura, Jawa Timur.
Selain
itu, ada juga dua paket daging penyu yang sudah dicacah dan dibumbui. Per
paketnya dijual dengan harga Rp300.000.
Kombes
Stefanus mengatakan dalam setahun rata-rata terjadi dua kasus penangkapan
penjual penyu hijau di Bali. Dia bahkan menyebut penyu hijau masih memiliki
penggemar di Bali.
Diduga,
masih ada upacara-upacara adat Bali yang menggunakan penyu hijau sebagai bagian
dari upacara.
“Berarti
memang ada permintaan,” ujar Stefanus.
Menurut salah seorang warga Bali di Denpasar— yang hanya mau disebut dengan nama Wayan—kebiasaan mengkonsumsi daging penyu hijau sudah dikenalnya sejak duduk di bangku sekolah dasar sekitar tahun 1987 silam. Laki-laki berusia 45 tahun ini mengaku mengonsumsi daging penyu ketika ada “upacara-upacara besar di pura”.
Namun, sekarang kondisinya sudah berubah. Dia bilang penyu tidak boleh lagi dikonsumsi dan hanya dipakai untuk upacara pekelem, itupun yang berukuran kecil. Upacara pekelem merupakan upacara ruwatan untuk laut, gunung, dan Bumi.
Untuk ruwatan bumi, kata Wayan, penyu akan disembelih lalu ditanam atau dikubur. Sedangkan untuk ruwatan laut, penyu akan dilepaskan ke laut dalam keadaan hidup. Untuk ruwatan gunung, penyu juga akan dilepaskan begitu saja.
Dari hasil investigasi Yayasan ProFauna Indonesia pada 1999, sekitar 9.000 ekor penyu diperdagangkan di Bali hanya dalam kurun waktu 4 bulan, dari Mei hingga Agustus, dengan pusat perdagangan penyu yang berada di Tanjung Benoa.
Rosek Nursahid meyakini penggunaan penyu untuk komersil lebih banyak dibandingkan untuk upacara adat—yang paling tidak menggunakan satu penyu sebagai simbol. Bahkan menurut beberapa pedanda—ulama/pendeta agama Hindu— yang ditemui Rosek, pemanfaatan penyu dalam upacara hanya dilakukan pada saat Upacara Tawur Agung yang dilakukan seratus tahun sekali dan itu pun “bisa diganti”.
Di kalangan masyarakat Bali, daging penyu umumnya diolah menjadi sate atau campuran lawar, makanan khas Bali sejenis urap. Wayan mengaku meski dirinya paham penyu hijau adalah termasuk satwa yang dilindungi. Dia pun masih mau mengonsumsinya jika bisa menemukan warung yang menjual olahan daging penyu.
Meski mengaku terakhir kali mengonsumsi daging penyu puluhan tahun lalu, Wayan masih ingat rasa dan tekstur hewan yang dilindungi itu.
Menurut
WWF Indonesia Praktik pemanfaatan penyu, khususnya penyu hijau, di Pulau Bali
disinyalir telah terjadi sejak 1960-an. Namun, beberapa dekade terakhir WWF
Indonesia mengatakan angkanya telah “berkurang dibanding dulu”.
Sebab,
sudah banyak upaya-upaya yang dilakukan berbagai pihak untuk mengurangi
perdagangan maupun pemanfaatan penyu, meski permintaannya masih tetap ada.
Bahkan
saat ini, perdagangan penyu, terutama produk turunannya, juga dijual “secara online”.
Ketua
Pengurus Yayasan Penyu Indonesia (YPI), Jatmiko Wiwoho, juga mengatakan
penangkapan terhadap penjual penyu hijau di Bali belakangan sudah cukup jarang.
Jatmiko
mengatakan, menurut masyarakat, konsumsi penyu sudah jauh menurun.
Selebihnya,
lamun juga menjadi tempat untuk memijah atau menempelkan telur bagi ikan-ikan.
Inilah mengapa peranan penyu hijau itu penting untuk siklus atau ekosistem di
dalam laut,” kata Jatmiko.
“Penyu
hijau berperan membantu menyehatkan ekosistem padang lamun di suatu perairan,
di mana ekosistem padang lamun ini berguna dalam penyerapan karbon laut,” kata
Ranny R. Yuneni, Koordinator Spesies Laut Yayasan WWF Indonesia.
WWF Indonesia menyatakan terdapat penurunan populasi penyu secara drastis, baik di Indonesia maupun di tataran global.
“Upaya perlindungan penyu penting dilakukan untuk mencegah kepunahan spesies ini karena dari 1.000 bayi penyu (tukik) yang dilahirkan, peluang untuk bertahan mencapai umur dewasa hanya 1 banding 1.000,” ujar Ranny.
Artikel ini telah tayang di: https://www.bbc.com/indonesia/articles/cy6vdnv254no