Translate

Sabtu, 20 Januari 2024

Dari Bukit yang Kering, Kini Hutan P-WEC Miliki Beragam Spesies Flora dan Fauna

 

JATIMTIMES - Hutan Petungsewu-Wildlife Education Center (P-WEC) dulunya merupakan areal perbukitan kering yang jarang ditumbuhi oleh pepohonan rindang serta tidak menjadi habitat para fauna. 

Pendiri Yayasan Profauna Indonesia Rosen Nursahid menyampaikan, bahwa dari areal perbukitan kering, saat ini P-WEC menjadi sebuah hutan dengan ditumbuhi 137 spesies pohon dan menjadi habitat bagi para fauna. 

"Proses penanaman pohon di lahan seluas sekitar 5 hektar ini dilakukan sejak tahun 2002 oleh Profauna Indonesia dan Petungsewu Adventure," ungkap Rosek dalam keterangannya, Kamis (11/1/2024). 

Rosek pun menjelaskan dari 137 spesies pohon, 11 jenis di antaranya merupakan keluarga pohon beringin atau moraceae. Di antaranya Beringin (Ficus benyamina), Awar Awar (Ficus septica), Keluwing (Ficus hipsida), Lo (Ficus racemosa), Tin (Ficus carica), Karet kerbau (Ficus elastic), Benying (Ficus fistulosa), Ipik (Ficus retusa), dan Beringin (Ficus kurzii). 

"Pohon keluarga beringin ini menjadi habitat berbagai jenis burung dan tupai, selain juga menjadi peneduh," kata Rosek. 

Lalu, juga terdapat 17 spesies keluarga Fabaceae di hutan P-WEC. Jenis-jenis yang masuk keluarga Fabaceae ini antara lain Asam Jawa (Tamarindus indica), Petai (Parkia speciosa), Kelor (Moringa oleifera), Gamal (Glyricidia sepium), Kedawung (Parkia timoriana), Trembesi (Samanea saman), Sono Keling (Dalbergia latifolia), Sengon (Paraserianthes falcataria), Johar (Senna spectabilis) dan lainnya. 

"Selain kategori pohon, di hutan P-WEC juga ada 10 jenis palem, 23 perdu dan 7 jenis bambu," imbuh Rosek. 

Dengan beragamnya spesies pohon di area Hutan P-WEC, membuat lokasi inj menjadi habitat lebih dari 40 jenis burung. Mulai dari Elang hitam (Ictinaetus malayensis), Elang ular bido (Spilornis cheela), Cipohkacat (Aegithina tiphia), Cekakakjawa (Halcyon cyanoventris), Cekakak sungai (Todirhampus chloris), Walet linci (Collocalia inchi), Kapasan kemiri (Lalage nigra), Sepah hutan (Pericrocotus flammeus), Sepah kecil (Pericrocotus cinnamomeus), Cabak maling (Caprimulgus macrurus), Bubut jawa (Centropus nigrorufus), Kedasi australia (Chrysococcyx basalis), Wiwik kelabu (Cacomantis merulinus), Wiwik uncuing (Cuculus sepulcralis), dan lain-lainnya. 

Selain menjadi habitat beragam jenis burung, Hutan P-WEC juga menjadi rumah bagi beberapa jenis mamalia. Antara lain, kucing hutan (Prionailurus bengalensis), bajing (Callosciurus notatus), musang (Paradoxurus hermaphrodites) dan garangan (Herpestes javanicus). 

Menurut Rosek, dengan banyaknya spesies pohon dan jenis fauna yang berada di area Hutan P-WEC membuktikan bahaa pemulihan suatu wilayah yang kering bukan sebuah mimpi atau mustahil dapat terjadi. 

"Beragamnya jenis pohon dan burung yang ada di hutan P-WEC ini membuktikan bahwa pemulihan suatu wilayah untuk menjadi hutan itu bukan sebuah mimpi, tapi bisa diwujudkan asal ada kemauan, kerja keras dan perawatan pohon," jelas Rosek. 

Pria yang juga merupakan ekolog inu mengatakan, bahwa hal yang paling terpenting dari sebuah program penghijauan atau reboisasi adalah perawatan pohon yang ditanam. 

"Jangan hanya ramai di seremoni penanamannya saja, tetapi kemudian pohon yang ditanam itu tidak dirawat, akhirnya banyak yang mati," tegas Rosek. 

Sementara itu, Ketua Profauna Indonesia Nada Prinia mengatakan, dengan banyaknya spesies pohon dan jenis satwa liar di area Hutan P-WEC membuat cocok untuk menjadi lokasi pembelajaran. 

"Hutan P-WEC menjadi tempat yang pas untuk belajar tentang pengenalan vegetasi, edukasi konservasi alam dan pengamatan burung. Ini menjadi pusat pendidikan kosnervasi alam yang cukup ideal dengan harga yang terjangkau," pungkas Nada.
 

Sumber: https://lumajang.jatimtimes.com/baca/303846/20240111/083300/dari-bukit-yang-kering-kini-hutan-p-wec-miliki-beragam-spesies-flora-dan-fauna

Ratusan Spesies Pohon Tumbuh di Hutan P-WEC Malang

 
Petungsewu Wildlife Education Center (P-WEC) adalah pusat pendidikan tentang konservasi alam, outbound dan training center yang berdiri pada tahun 2003 di Desa Petungsewu Kecamatan Dau, Kabupaten Malang Jawa Timur.

Tidak hanya itu, kini area P-WEC menjadi hutan dengan sedikitnya 137 spesies pohon. Adalah PROFAUNA Indonesia dan Petungsewu Adventure yang giat menanam pohon di lahan seluas sekitar 5 hektar tersebut sejak tahun 2002.

Rosek Nursahid, pendiri Yayasan PROFAUNA Indonesia mengutarakan dari ratusan spesies pohon itu, 11 jenis di antaranya adalah keluarga beringin atau Moraceae.

Menurutnya, pohon keluarga beringin ini menjadi habitat berbagai jenis burung dan tupai, selain juga menjadi peneduh.

"Keluarga Fabaceae juga dominan di hutan P-WEC, ada sekitar 17 spesies. Jenis-jenis yang masuk keluarga Fabaceae ini antara lain Asam Jawa, Petai, Kelor, Gamal, Kedawung, Trembesi, Sono Keling dan lainnya," urainya, Kamis (11/1/2024).

Selain kategori pohon, lanjut Rosek, di hutan P-WEC juga ada 10 jenis palem, 23 perdu dan 7 jenis bambu. Dengan beragamnya pohon ini, membuat hutan P-WEC juga menjadi habitat lebih dari 40 jenis burung. 

Selain menjadi habitat beragam jenis burung, hutan P-WEC juga menjadi rumah bagi beberapa jenis mamalia. Seperti kucing hutan, bajing, musang dan Garangan.

“Beragamnya jenis pohon dan burung yang ada di hutan P-WEC ini membuktikan bahwa pemulihan suatu wilayah untuk menjadi hutan itu bukan sebuah mimpi, tapi bisa diwujudkan asal ada kemauan, kerja keras dan perawatan pohon,” jelasnya.

Beragamnya jenis pohon dan satwa liar ini membuat Hutan P-WEC menjadi tempat yang cocok untuk kegiatan outbound, pendidikan alam atau rapat. Dengan fasilitas yang lengkap seperti penginapan, restoran dan balai pertemuan, membuat P-WEC menjadi pilihan menarik untuk ragam kegiatan.

“Selain cocok untuk acara gathering atau pertemuan, hutan P-WEC menjadi tempat yang pas untuk belajar tentang pengenalan vegetasi, edukasi konservasi alam dan pengamatan burung. Ini enjadi pusat pendidikan konservasi alam yang cukup ideal," ulas Rosek.(*)

Sumber: Ketik.co.id | Media Kolaborasi Indonesia. https://ketik.co.id/berita/ratusan-spesies-pohon-tumbuh-di-hutan-p-wec-malang

Senin, 21 Agustus 2023

Merdeka Hutan Diserukan saat Peringatan HUT ke-78 RI

 

MALANGVOICE– Sebagai sumber daya alam, hutan memiliki peluang dan potensinya. Upaya pelestarian kawasan hutan memberi manfaat terhadap aspek ekologis dan menunjang aspek ekonomis yang dapat dirasakan masyarakat sekitar kawasan hutan.

Keberagaman flora dan fauna, serta bentang alam, membuat manusia menempatkan dirinya bagian dari sistem alam semesta. Sebuah tatanan saling membutuhkan dengan semua makhluk hidup dan alam (ekosentrisme). Bukan sebaliknya, menempatkan manusia sebagai pusat dari sistem alam semesta (antroposentrisme).

Momen menjaga fungsi ekologi hutan diserukan tepat pada Hari Kemerdekaan ke-78 RI di kawasan hutan Gunung Pucung, Desa Bulukerto, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu (Kamis, 17/8). Upacara yang digelar di lereng Gunung Arjuna itu digagas PROFAUNA bersama Kelompok Perhutanan Sosial-Kelompok Tani Hutan (KPS-KTH) Wonomulyo Desa Bulukerto.

Pendiri PROFAUNA, Rosek Nursahid menuturkan, upacara peringatan HUT ke-78 RI menjadi momen menyatukan para petani yang memiliki lahan garapan kawasan hutan. Tema ‘Merdeka Hutan’ menjadi isu yang disuarakan untuk melestarikan fungsi hutan. Hutan yang lestari berpotensi mendatangkan nilai ekonomis bagi masyarakat hutan.

“PROFAUNA tertarik mendampingi petani mengelola kawasan hutan di lereng Gunung Arjuna. Karena hasil survei dan tangkapan kamera trap dalam dua tahun terakhir, keaneka ragaman hayatinya cukup tinggi,” ungkap Rosek.

Menurutnya, kawasan di lereng Gunung Arjuna dikelola petani hutan, baik legal maupun ilegal. Pihaknya mengajak para petani agar mengantisipasi terjadinya alih fungsi hutan yang membawa ancaman bencana hidrometeorologi. Salah satunya banjir bandang di Desa Bulukerto pada 2021 lalu.

Bencana itu muncul salah satunya dipicu karena adanya pembukaan lahan hutan menjadi area perladangan. Baginya, hutan memiliki kemerdekaan untuk tumbuh sesuai fungsinya. Bukan hanya pepohonan, tapi menjadi habitat satwa liar.

“Satwa-satwa yang ada di hutan harus dilestarikan. Ini dapat mendatangkan nilai ekonomi melalui eco tourism. Aktivitas wisata mengamati kehidupan satwa liar di alam bebas,” ungkap dia.

Eco tourism sangat memungkinkan untuk dimunculkan di Gunung Pucung yang berada di kawasan hutan lereng Gunung Arjuna. Di tempat itu terindentifikasi tiga ekor elang jawa yang tertangkap kamera trap. Satwa yang terancam punah itu menjadi inspirasi lahirnya lambang negara Indonesia, yakni Garuda Pancasila. Selain itu ditemukan juga macan tutul jawa. Sayangnya perjumpaan langsung itu tak terdokumentasi kamera.

“Ini indikasi begitu pentingnya menjaga ekosistem hutan di lereng Gunung Arjuna. Mengelola hutan selaras menjaga keanekaragaman hayati sehingga mendatangkan nilai ekonomis bagi masyarakat,” urai Rosek.

Ketua KPS KTH Wonomulyo Desa Bulukerto, Sunarto menuturkan, upacara HUT ke-78 RI yang digelar di lereng Gunung Arjuna, baru kali pertama diikuti petani hutan. Ia mengatakan, secara keseluruhan ada 306 anggota KTH Wonomulyo, 188 anggota diantaranya masuk dalam SK Kulin KK yang diberikan KLHK pada Agustus 2019 lalu.

“Kami sepakat dalam momen ini. Merdeka bukan leluasa mengelola hutan tapi harus ada koridor-koridor yang diperhatikan untuk menjaga ekosistem hutan. Tiga aspek perhutanan sosial, harus mengedepankan ekologi, sosial berkaitan kearifan lokal dan nantinya dapat mewujudakn aspek ekonomi,” papar dia.(der)

Temukan 3 Ekor Elang Jawa, Gunung Pucung Bulukerto Dapat Dikembangkan Jadi Eco Tourism

 

MALANGVOICE– Kawasan hutan di lereng Gunung Arjuna menyimpan keanekaragaman hayati yang melimpah. Ekosistem hutan yang lestari memberi dampak baik terhadap aspek ekologi sehingga mendatangkan keuntungan ekonomi bagi masyarakat setempat.

Salah satunya eco tourism, sebuah aktivitas wisata mengamati kehidupan satwa liar di alam bebas. Konsep itu sangat dimungkinkan diterapkan di Gunung Pucung, Desa Bulukerto, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu yang berada di kawasan lereng Arjuna.

Founder PROFAUNA Indonesia, Rosek Nursahid mengatakan, di Gunung Pucung dijumpai tiga ekor elang jawa yang terekam kamera trap. Satwa yang terancam punah itu menjadi inspirasi lahirnya lambang negara Indonesia, yakni Garuda Pancasila. Selain itu ditemukan juga macan tutul jawa. Sayangnya perjumpaan langsung itu tak terdokumentasi kamera.

“Ini indikasi begitu pentingnya menjaga ekosistem hutan di lereng Gunung Arjuna. Mengelola hutan selaras menjaga keanekaragaman hayati sehingga mendatangkan nilai ekonomis bagi masyarakat,” urai Rosek.

Dirinya pun mengajak masyarakat di sekitar Gunung Pucung untuk menjaga kelestarian hutan. Jangan sampai terjadi alih fungsi hutan yang dapat menimbulkan kerusakan ekosistem. Rusaknya fungsi kawasan hutan juga dapat memicu bencana hidrometeorologi. Salah satunya banjir bandang di Desa Bulukerto pada 2021 lalu.

Karena itu, PROFAUNA juga melalukan pendampingan kepada para petani hutan di hutan Gunung Pucung. Para petani hutan itu tergabung dalam Kelompok Perhutanan Sosial-Kelompok Tani Hutan (KPS KTH) Wonomulyo Desa Bulukerto.

Baginya, hutan memiliki kemerdekaan untuk tumbuh sesuai fungsinya. Bukan hanya pepohonan, tapi menjadi habitat satwa liar. Skema pengelolaan perhutanan sosial juga harus ekologi, sosial berkaitan kearifan lokal dan nantinya dapat mewujudkan aspek ekonomi.

“Ekosistem di hutan Gunung Pucung sangat penting sehingga perlu dijaga. Jangan sampai terjadi alih fungsi yang mengancam keanekaragaman hayati. Seperti elang jawa yang habitatnya di sini,” ujar dia.(der)

Dari Bukit yang Kering, Kini Hutan P-WEC Miliki Beragam Spesies Flora dan Fauna

  JATIMTIMES  - Hutan Petungsewu-Wildlife Education Center (P-WEC) dulunya merupakan areal perbukitan kering yang jarang ditumbuhi oleh pepo...