Translate

Senin, 21 Agustus 2023

Merdeka Hutan Diserukan saat Peringatan HUT ke-78 RI

 

MALANGVOICE– Sebagai sumber daya alam, hutan memiliki peluang dan potensinya. Upaya pelestarian kawasan hutan memberi manfaat terhadap aspek ekologis dan menunjang aspek ekonomis yang dapat dirasakan masyarakat sekitar kawasan hutan.

Keberagaman flora dan fauna, serta bentang alam, membuat manusia menempatkan dirinya bagian dari sistem alam semesta. Sebuah tatanan saling membutuhkan dengan semua makhluk hidup dan alam (ekosentrisme). Bukan sebaliknya, menempatkan manusia sebagai pusat dari sistem alam semesta (antroposentrisme).

Momen menjaga fungsi ekologi hutan diserukan tepat pada Hari Kemerdekaan ke-78 RI di kawasan hutan Gunung Pucung, Desa Bulukerto, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu (Kamis, 17/8). Upacara yang digelar di lereng Gunung Arjuna itu digagas PROFAUNA bersama Kelompok Perhutanan Sosial-Kelompok Tani Hutan (KPS-KTH) Wonomulyo Desa Bulukerto.

Pendiri PROFAUNA, Rosek Nursahid menuturkan, upacara peringatan HUT ke-78 RI menjadi momen menyatukan para petani yang memiliki lahan garapan kawasan hutan. Tema ‘Merdeka Hutan’ menjadi isu yang disuarakan untuk melestarikan fungsi hutan. Hutan yang lestari berpotensi mendatangkan nilai ekonomis bagi masyarakat hutan.

“PROFAUNA tertarik mendampingi petani mengelola kawasan hutan di lereng Gunung Arjuna. Karena hasil survei dan tangkapan kamera trap dalam dua tahun terakhir, keaneka ragaman hayatinya cukup tinggi,” ungkap Rosek.

Menurutnya, kawasan di lereng Gunung Arjuna dikelola petani hutan, baik legal maupun ilegal. Pihaknya mengajak para petani agar mengantisipasi terjadinya alih fungsi hutan yang membawa ancaman bencana hidrometeorologi. Salah satunya banjir bandang di Desa Bulukerto pada 2021 lalu.

Bencana itu muncul salah satunya dipicu karena adanya pembukaan lahan hutan menjadi area perladangan. Baginya, hutan memiliki kemerdekaan untuk tumbuh sesuai fungsinya. Bukan hanya pepohonan, tapi menjadi habitat satwa liar.

“Satwa-satwa yang ada di hutan harus dilestarikan. Ini dapat mendatangkan nilai ekonomi melalui eco tourism. Aktivitas wisata mengamati kehidupan satwa liar di alam bebas,” ungkap dia.

Eco tourism sangat memungkinkan untuk dimunculkan di Gunung Pucung yang berada di kawasan hutan lereng Gunung Arjuna. Di tempat itu terindentifikasi tiga ekor elang jawa yang tertangkap kamera trap. Satwa yang terancam punah itu menjadi inspirasi lahirnya lambang negara Indonesia, yakni Garuda Pancasila. Selain itu ditemukan juga macan tutul jawa. Sayangnya perjumpaan langsung itu tak terdokumentasi kamera.

“Ini indikasi begitu pentingnya menjaga ekosistem hutan di lereng Gunung Arjuna. Mengelola hutan selaras menjaga keanekaragaman hayati sehingga mendatangkan nilai ekonomis bagi masyarakat,” urai Rosek.

Ketua KPS KTH Wonomulyo Desa Bulukerto, Sunarto menuturkan, upacara HUT ke-78 RI yang digelar di lereng Gunung Arjuna, baru kali pertama diikuti petani hutan. Ia mengatakan, secara keseluruhan ada 306 anggota KTH Wonomulyo, 188 anggota diantaranya masuk dalam SK Kulin KK yang diberikan KLHK pada Agustus 2019 lalu.

“Kami sepakat dalam momen ini. Merdeka bukan leluasa mengelola hutan tapi harus ada koridor-koridor yang diperhatikan untuk menjaga ekosistem hutan. Tiga aspek perhutanan sosial, harus mengedepankan ekologi, sosial berkaitan kearifan lokal dan nantinya dapat mewujudakn aspek ekonomi,” papar dia.(der)

Temukan 3 Ekor Elang Jawa, Gunung Pucung Bulukerto Dapat Dikembangkan Jadi Eco Tourism

 

MALANGVOICE– Kawasan hutan di lereng Gunung Arjuna menyimpan keanekaragaman hayati yang melimpah. Ekosistem hutan yang lestari memberi dampak baik terhadap aspek ekologi sehingga mendatangkan keuntungan ekonomi bagi masyarakat setempat.

Salah satunya eco tourism, sebuah aktivitas wisata mengamati kehidupan satwa liar di alam bebas. Konsep itu sangat dimungkinkan diterapkan di Gunung Pucung, Desa Bulukerto, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu yang berada di kawasan lereng Arjuna.

Founder PROFAUNA Indonesia, Rosek Nursahid mengatakan, di Gunung Pucung dijumpai tiga ekor elang jawa yang terekam kamera trap. Satwa yang terancam punah itu menjadi inspirasi lahirnya lambang negara Indonesia, yakni Garuda Pancasila. Selain itu ditemukan juga macan tutul jawa. Sayangnya perjumpaan langsung itu tak terdokumentasi kamera.

“Ini indikasi begitu pentingnya menjaga ekosistem hutan di lereng Gunung Arjuna. Mengelola hutan selaras menjaga keanekaragaman hayati sehingga mendatangkan nilai ekonomis bagi masyarakat,” urai Rosek.

Dirinya pun mengajak masyarakat di sekitar Gunung Pucung untuk menjaga kelestarian hutan. Jangan sampai terjadi alih fungsi hutan yang dapat menimbulkan kerusakan ekosistem. Rusaknya fungsi kawasan hutan juga dapat memicu bencana hidrometeorologi. Salah satunya banjir bandang di Desa Bulukerto pada 2021 lalu.

Karena itu, PROFAUNA juga melalukan pendampingan kepada para petani hutan di hutan Gunung Pucung. Para petani hutan itu tergabung dalam Kelompok Perhutanan Sosial-Kelompok Tani Hutan (KPS KTH) Wonomulyo Desa Bulukerto.

Baginya, hutan memiliki kemerdekaan untuk tumbuh sesuai fungsinya. Bukan hanya pepohonan, tapi menjadi habitat satwa liar. Skema pengelolaan perhutanan sosial juga harus ekologi, sosial berkaitan kearifan lokal dan nantinya dapat mewujudkan aspek ekonomi.

“Ekosistem di hutan Gunung Pucung sangat penting sehingga perlu dijaga. Jangan sampai terjadi alih fungsi yang mengancam keanekaragaman hayati. Seperti elang jawa yang habitatnya di sini,” ujar dia.(der)

Sabtu, 24 Juni 2023

Asyiknya Belajar Konservasi Hutan Bersama PROFAUNA

 
Puluhan anak muda yang tergabung dalam komunitas Access Indonesia selama empat hari melakukan kegiatan edukasi konservasi hutan bersama tim PROFAUNA Indonesia dan P-WEC pada bulan Juni 2023. Kegiatannya bukan hanya di kawasan P-WEC, tetapi juga di hutan Gunung Pucung Batu dan Hutan Lindung di lereng Gunung Buthak.

Kegiatan Access Indonesia yang didanai oleh Kedutaan Besar USA ini menggandeng PROFAUNA Indonesia dan P-WEC yang berpengalaman melakukan kegiatan edukasi alam, termasuk tentang konservasi hutan. Selain aktivitas di kawasan hutan P-WEC yang berada di kaki Pegunungan Kawi, kegiatan juga dilakukan di hutan lindung yang ada di sekitar P-WEC.

Materi edukasi yag diberikan dalam program ini sangat beragam, mulai dari stratifikasi hutan, reboisasi hutan, pengenalan tanaman liar, pengolahan sampah organik hingga perhutanan sosial. Kegiatannya lebih banyak dilakukan dengan cara praktek lapangan, bukan sekedar teori saja.

“Kami percaya bahwa pendidikan konservasi alam itu akan lebih mengena jika langsung pratek di lapangan, bukan sekedar teori belaka. Ini yang sejak lama diterapkan dalam metode pembelajaran di P-WEC,” kata Direktur P-WEC Made Astuti.

Menariknya, nara sumbernya bukan hanya dari tim PROFAUNA Indonesia dan P-WEC saja, namun juga langsung petani hutan yang ada di Gunung Pucung. Petani hutan yang tergabung dalam Kelompok Tani Hutan (KTH) Wono Mulyo ini mengelola lahan di hutan lewat skema perhutanan sosial.

Anggota Access begitu semangat menggali informasi lebih dalam soal perhutanan sosial ke petani hutan. Ini merupakan pengalaman pertama bagi mereka langsung terjun ke hutan dan bisa diskusi langsung dengan petani hutan.

“Acaranya seru banget dan menyenangkan, Ada banyak info menarik tentang konservasi hutan yang kami peroleh dalam kegiatan ini,” kata Chandra, salah satu peserta dari Access.

Tonton video kegiatannya pada link berikut: Edukasi Konservasi Hutan Access

Kamis, 11 Mei 2023

Perdagangan ilegal penyu hijau di Bali diduga memiliki 'jaringan luas' dan 'banyak yang tidak terungkap', kata aktivis

Perdagangan ilegal penyu hijau yang tidak terungkap ke publik diduga lebih banyak jumlahnya. Praktik ini diduga memiliki jaringan luas, karena tidak mungkin dilakukan secara perorangan, kata pegiat. Hal itu menanggapi langkah kepolisian di Bali yang menangkap seorang pedagang penyu hijau.

Polisi menyebut perdagangan satwa dilindungi itu terjadi semenjak 1998.

Pendiri Yayasan ProFauna Indonesia Rosek Nursahid menduga perdagangan penyu yang tidak terungkap bahkan “lebih banyak” dari temuan polisi pada 30 April lalu yang berjumlah 21 penyu hijau.

 "Dan kita juga tidak tahu bagaimana yang lolos, yang tidak terdeteksi oleh petugas?

 "Kalau menurut kami pemerintah harus tegas, tidak ada pemanfaatan penyu karena jelas itu dilindungi,” kata Rosek kepada BBC News Indonesia.

Rosek menduga praktik perdagangan penyu ini memiliki jaringan, karena kecil kemungkinan hal itu dilakukan secara individu.

 “Kami tidak percaya kalau ini tidak berjaringan, karena penyunya bukan berasal dari Pulau Bali, kan dari luar pulau, dari Madura, dari Jawa, kalau dulu dari Flores juga dan Sulawesi. Artinya ada orang dong,” tegas Rosek.

 

Namun, polisi mengatakan penangkapan penjual penyu hijau kali ini tidak bekerja sama dengan grup-grup atau sindikat.

 “Kalau saya lihat tidak ada. Dia main sendiri. Sejauh ini masih masing-masing,” kata Kabid Humas Polda Bali, Kombes Stefanus Satake Bayu Setianto kepada wartawan Ade Mardiyati yang melaporkan untuk BBC News Indonesia, Selasa (02/05).

 

Dari hasil penyelidikan, Direktorat Kepolisian Perairan dn Udara Polda Bali mengamankan 21 penyu hijau yang masih hidup dari seorang tersangka berinisial MJ, seorang warga Benoa, Badung, Bali.

Penyu-penyu itu, kata Stefanus, didapatkan dari daerah Madura, Jawa Timur.

Selain itu, ada juga dua paket daging penyu yang sudah dicacah dan dibumbui. Per paketnya dijual dengan harga Rp300.000.

 Polisi mengetahui tindakan ilegal MJ karena ada laporan dari masyarakat sekitar.

 Untuk Upacara Adat

Kombes Stefanus mengatakan dalam setahun rata-rata terjadi dua kasus penangkapan penjual penyu hijau di Bali. Dia bahkan menyebut penyu hijau masih memiliki penggemar di Bali.

Diduga, masih ada upacara-upacara adat Bali yang menggunakan penyu hijau sebagai bagian dari upacara.

 

“Berarti memang ada permintaan,” ujar Stefanus.

Menurut salah seorang warga Bali di Denpasar— yang hanya mau disebut dengan nama Wayan—kebiasaan mengkonsumsi daging penyu hijau sudah dikenalnya sejak duduk di bangku sekolah dasar sekitar tahun 1987 silam. Laki-laki berusia 45 tahun ini mengaku mengonsumsi daging penyu ketika ada “upacara-upacara besar di pura”.

 “Dulu memang lazim untuk menggunakan penyu sebagai sesajen dalam upacara-upacara dan yang dipakai adalah penyu-penyu ukuran besar,” kata Wayan.

 

Namun, sekarang kondisinya sudah berubah. Dia bilang penyu tidak boleh lagi dikonsumsi dan hanya dipakai untuk upacara pekelem, itupun yang berukuran kecil. Upacara pekelem merupakan upacara ruwatan untuk laut, gunung, dan Bumi.

 “Sebenarnya tidak cuma penyu saja yang dipakai. Kadang hewan-hewan jenis lain juga dipakai,” ujar bapak satu anak itu.

 

Untuk ruwatan bumi, kata Wayan, penyu akan disembelih lalu ditanam atau dikubur. Sedangkan untuk ruwatan laut, penyu akan dilepaskan ke laut dalam keadaan hidup. Untuk ruwatan gunung, penyu juga akan dilepaskan begitu saja.

Dari hasil investigasi Yayasan ProFauna Indonesia pada 1999, sekitar 9.000 ekor penyu diperdagangkan di Bali hanya dalam kurun waktu 4 bulan, dari Mei hingga Agustus, dengan pusat perdagangan penyu yang berada di Tanjung Benoa.

Rosek Nursahid meyakini penggunaan penyu untuk komersil lebih banyak dibandingkan untuk upacara adat—yang paling tidak menggunakan satu penyu sebagai simbol. Bahkan menurut beberapa pedanda—ulama/pendeta agama Hindu— yang ditemui Rosek, pemanfaatan penyu dalam upacara hanya dilakukan pada saat Upacara Tawur Agung yang dilakukan seratus tahun sekali dan itu pun “bisa diganti”.

 “Kenapa setiap tahun selalu ada puluhan penyu yang masuk? Berarti bukan untuk kepentingan adat atau upacara. Berarti untuk kepentingan komersil yang dipakai untuk sate, untuk lawar, yang dijual terutama di Denpasar Selatan… sampai ke Benoa,” ujar Rosek.

 

Di kalangan masyarakat Bali, daging penyu umumnya diolah menjadi sate atau campuran lawar, makanan khas Bali sejenis urap. Wayan mengaku meski dirinya paham penyu hijau adalah termasuk satwa yang dilindungi. Dia pun masih mau mengonsumsinya jika bisa menemukan warung yang menjual olahan daging penyu.

 “Tapi memang sulit mencari warung yang menjual daging penyu. Dan kalaupun ada, sebenarnya sulit untuk membedakan apakah benar yang mereka jual adalah daging penyu atau daging babi biasa karena rasanya yang mirip,” ujar Wayan.

 

Meski mengaku terakhir kali mengonsumsi daging penyu puluhan tahun lalu, Wayan masih ingat rasa dan tekstur hewan yang dilindungi itu.

 “Rasanya enak. Mirip daging babi panggang, tapi lebih banyak lemaknya.”

 Sudah Berkurang

Menurut WWF Indonesia Praktik pemanfaatan penyu, khususnya penyu hijau, di Pulau Bali disinyalir telah terjadi sejak 1960-an. Namun, beberapa dekade terakhir WWF Indonesia mengatakan angkanya telah “berkurang dibanding dulu”.

 

Sebab, sudah banyak upaya-upaya yang dilakukan berbagai pihak untuk mengurangi perdagangan maupun pemanfaatan penyu, meski permintaannya masih tetap ada.

Bahkan saat ini, perdagangan penyu, terutama produk turunannya, juga dijual “secara online”.

Ketua Pengurus Yayasan Penyu Indonesia (YPI), Jatmiko Wiwoho, juga mengatakan penangkapan terhadap penjual penyu hijau di Bali belakangan sudah cukup jarang.

Jatmiko mengatakan, menurut masyarakat, konsumsi penyu sudah jauh menurun.

 “Kalau di Bali, saya pikir kesadaran masyarakat tentang hal ini sudah cukup, namun perdagangan gelap selalu ada,” kata Jatmiko.


 Apa peran penyu sehingga harus dilindungi?

 Peran penyu hijau yang sangat penting dalam ekosistem laut menjadikan alasan mengapa perlindungan terhadap penyu hijau “sangat penting dan mendesak”. Penyu hijau “memakan spons-spons” di laut dan ketika terurai akan “menjadi rumah bagi ikan-ikan”.

 “Selain itu, penyu hijau juga memakan ujung-ujung lamun, tumbuhan yang bentuknya seperti rumput laut. Dimakannya ujung-ujung lamun ini akan membuka jalan masuknya cahaya matahari ke dalam laut.

 

Selebihnya, lamun juga menjadi tempat untuk memijah atau menempelkan telur bagi ikan-ikan. Inilah mengapa peranan penyu hijau itu penting untuk siklus atau ekosistem di dalam laut,” kata Jatmiko.

 Perilaku penyu memakan bagian-bagian lamun ternyata juga membantu penyebarannya. Artinya jika penyu hijau punah maka padang lamun juga akan menghilang dan otomatis ikan juga tidak akan ada lagi di lautan.

 

“Penyu hijau berperan membantu menyehatkan ekosistem padang lamun di suatu perairan, di mana ekosistem padang lamun ini berguna dalam penyerapan karbon laut,” kata Ranny R. Yuneni, Koordinator Spesies Laut Yayasan WWF Indonesia.

 Perdagangan dan pemanfaatan semua jenis penyu di Indonesia dilarang sejak 1990 dengan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990. Penyu hijau juga masuk ke dalam daftar satwa yang dilindungi menurut Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa, termasuk melalui Undang-undang Perikanan Nomor 45 tahun 2009.

WWF Indonesia menyatakan terdapat penurunan populasi penyu secara drastis, baik di Indonesia maupun di tataran global.

 

“Upaya perlindungan penyu penting dilakukan untuk mencegah kepunahan spesies ini karena dari 1.000 bayi penyu (tukik) yang dilahirkan, peluang untuk bertahan mencapai umur dewasa hanya 1 banding 1.000,” ujar Ranny.

Artikel ini telah tayang di: https://www.bbc.com/indonesia/articles/cy6vdnv254no

Selasa, 02 Mei 2023

Polda Bali Ciduk Pedagang Lawar Penyu di Benoa, Begini Modusnya

 
Ditangkap berkali-kali, penyelundupan penyu hijau ke Bali ternyata tak pernah kapok. Kali ini, Direktorat Polisi Air dan Udara (Ditpolairud) Polda Bali menciduk pengepul sekaligus pedagang lawar penyu berinisial MJ ,48, di kawasan Jalan Pratama, Kelurahan Benoa, Kuta Selatan, Badung, Minggu 30/4) sekitar pukul 22.15. Tidak hanya itu, Ditpolairud juga mengamankan 21  ekor satwa penyu hijau (Chelonia Mydas) dalam keadaan hidup. Sebab penyu hijau itu merupakan hewan yang dilindungi.

Dirpolairud Polda Bali Kombes Pol. Soelistijono mengatakan informasi awal terkait adanya banyak masyarakat di Tanjung Benoa yang mengkonsumsi daging olahan penyu dalam bentuk masakan khas Bali yakni lawar dan serapah. Terungkap tersangka ternyata memiliki tempat pengolahan daging penyu hijau langka.

“Berdasarkan pengakuan tersangka, dia memelihara 21  ekor satwa penyu hijau dalam keadaan hidup di dalam kolam di dalam rumah. Selain itu menyimpan satu buah plastik merah berisi dua buah kotak plastik mika bening berisi olahan daging (lawar dan serapah) satwa penyu hijau,” ungkapnya, Senin (1/5) yang didampingi Kabid Humas Polda Bali Kombes Pol. Satake Bayu dan perwakilan dari BKSDA.

Imbuhnya, karena memiliki banyak peliharaan penyu,  tersangka itu merupakan seorang pengepul penyu hijau yang mendapat satwa terlindungi dari luar Bali tepatnya dari Madura, Jawa Timur.

“Pelaku ini sebagai pengepul. Kalau kami lihat dari hasil pemeriksaan semalam (Minggu lalu) setelah kami amankan barang ini berasal dari Gilimanuk. Sebelum sampai di Gilimanuk, asal dari penyu ini dari Madura,” jelasnya.

Kabid Humas Polda Bali Kombes Pol Stefanus Satake Bayu Setianto  juga menambahkan, tersangka mengaku sudah melakukan bisnis ini dari tahun 1998 yang menjual olahan daging penyu berupa paket (lawar dan serapah) yang sudah dibungkus plastik mika.

Satu penyu dewasa,  bisa menjadikannya 20 sampai 30 paket olahan. “Dari pengakuannya dia mendapat penyu hijau dari luar Pulau Bali dan mengolah penyu hijau tersebut menjadi daging olahan dan dikemas menjadi berupa paketan. Harga per paket Rp 300 ribu,” jelas Kombes Pol. Satake Bayu

Kepala Resort KSDA Denpasar, Nyoman Alit Suardana  mengungkap kondisi penyu hijau jenis langka yang habitatnya tidak di Bali ini. Melihat ukuran penyu yang besar, pemeliharaan illegal dan pengolahan daging satwa yang dilindungi ini sudah berlangsung lama. “Umur penyu hijau tersebut paling muda tiga tahun dan paling tua 60 tahun,” terangnya.

Pasca penemuan ini, pihaknya juga akan melakukan konservasi dengan merawat penyu. Jika semua penyu sudah dalam kondisi sehat, maka nantinya akan dilepasliarkan. Atas perbuatannya, MJ diancam pidana penjara lima tahun dan denda Rp 100 juta karena melanggar Pasal 21 ayat (2) huruf a, huruf b jo Pasal 40 ayat (2) Undang-Undang (UU) RI Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya juncto Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 1999, juncto Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor : P.20 /MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi.

Sumber: radarbali,jawapos.com

Dari Bukit yang Kering, Kini Hutan P-WEC Miliki Beragam Spesies Flora dan Fauna

  JATIMTIMES  - Hutan Petungsewu-Wildlife Education Center (P-WEC) dulunya merupakan areal perbukitan kering yang jarang ditumbuhi oleh pepo...