Translate

Kamis, 31 Maret 2022

Tips Agar Pasangan Mendukung Kegiatan Konservasi Alam

 
Dalam sebuah diskusi dengan relawan PROFAUNA Indonesia untuk program konservasi hutan, seorang relawan bernama Chyntia bertanya ke saya, “apa tips agar dapat pasangan yang serasi yang mendukung kegiatan konservasi alam yang kita lakukan, karena saya lihat Pak Rosek dan Bu Made (baca: istri saya) itu serasi banget?”

Saya tersenyum mendengar pertanyaan itu. Sebuah pertanyaan yang wajar, karena fakta ada banyak orang yang saya kenal ketika mereka bujangan alias sebelum menikah itu sangat aktif berkiprah di dunia konservasi alam, namun begitu dia menikah, perlahan-lahan undur diri dan kemudian raib.

Ada yang mengaku secara terangan-terangan dilarang oleh suami atau istrinyanya. Bahkan ada yang sebelum menikah itu pamit kepada saya, “maaf pak, bulan depan saya menikah dan setelah menikah saya tidak bisa aktif lagi karena sama suami dilarang”. Perkataan itu disampaikan dengan wajah galau.

Saya heran, kenapa para suami (atau istri) melarang pasangannya aktif melakukan kegiatan konservasi alam itu? Saya kira bukan soal kegiatannya yang dilarang, tetapi perasaan ingin “menguasai” pasangannya atau ingin bahwa ketika kau menjadi pasangan sah-ku, maka akulah yang nomor satu. Akulah yang harus kau utamakan, bukan yang lainnya. Engkau milikku sepenuhnya, secara sah!

Saya tidak sepakat dengan konsep “penguasaan” dalam pernikahan seperti itu.  Pernikahan adalah ikatan lahir batin dua insan manusia yang kemudian menjadi suami istri secara sah atas dasar kepercayaan, kesetiaan dan ketulusan. Saling percaya, setia dan tulus menjadi kunci keharmonisan dalam berumah tangga.

Salah satu bentuk saling percaya itu adalah memberikan kebebasan kepada pasangannya untuk melakukan hobby atau kegiatan yang posisitf yang disukainya. Kita tidak perlu cemburu dengan hobby atau kesukaan pasangan kita, sepanjang itu hal yang positif. Apakah kegiatan dibidang konservasi alam itu positif? Saya kira ini sangat positif, tidak ada jeleknya, sehingga tentunya patut didukung. Beda ceritanya, kalau hobby pasangannya itu adalah judi, narkoba atau mabuk, maka ini menjadi wajar kalau pasangannya menjadi “pengawas” yang mengerem atau bahkan menghentikan hobby negatif tersebut.

Kalau kita sudah terikat dalam sebuah tali pernikahan suci, yang kita berikrar akan setia hingga ajal tiba, mengapa harus tidak percaya kepada pasangannya? Kalau kita ragu dengan pasanganmu, mengapa kau menikahinya? Mengapa kau harus mengekangnya? Bukankah memberikan kebebasan untuk hal yang positif itu sebuah bentuk kepercayaan dan kesetiaan?

Bagaimana membangun kepercayaan di keluarga? Selalu terbuka dan jangan pernah bohong, ini adalah kuncinya. Selalu sampaikan secara jujur dengan bahasa yang baik ke pasangan kita, untuk menghindari salah paham, apalagi sampai gagal paham yang berujung berantem.

Salah satu relawan Ranger PROFAUNA itu ada yang sangat sulit dapat izin dari istrinya untuk kegiatan di lapangan, padahal secara pekerjaan itu dia punya waktu luang yang bisa diatur sesukanya, karena dia bekerja tidak ikut orang lain. Belakangan saya baru tahu bahwa ternyata relawan tersebut tidak jujur sepenuhnya ke isrinya tentang kegiatannya di PROFAUNA. Sang istri mengira kegiatan suaminya di PROFAUNA itu adalah “jalan-jalan” alias berwisata, sehingga dia merasa cemburu kepada sang suami. Sang istri berontak, “kalau kamu jalan-jalan, kenapa aku tidak diajak?”

Andai saja sang suami bisa menjelaskan bahwa kegiatan dia sebagai relawan Ranger PROFAUNA itu bukan sekedar jalan-jalan, namun sebuah tugas yang mengandung resiko berat, karena tugasnya adalah menjaga hutan, mungkin pandangan sang istri akan beda. Perlu dijelaskan bahwa tidak bisa sang istri selalu ikut dalam kegiatan patrol hutan bersama PROFAUNA, karena ada prosedur dan tata aturannya untuk mengikutinya.

Mis-komunikasi dan mis-informasi itu bisa menjadi masalah serius dalam menjaga keharmonisan berumah tangga. Dalam rumah tangga ada cemburu, ada pertengkaran kecil, itu adalah hal biasa. Ini adalah bumbu penyedap dalam membina pernikahan. Tetapi kalau sudah masuk kategori cemburu buta, mengekang dan melarang hal yang postif, bagi saya ini adalah sebuah pernikahan yang tidak sehat.

Mengapa saya katakan itu pernikahan yang tidak sehat? Karena esensi dari pernikahan itu salah satunya adalah membuat kita lebih bahagia. Kalau kemudian pernikahan justru membuat kita tidak bahagia, merasa terkekang dan kemudian akhirnya mencuri-curi untuk melakukan hal positif yang kita senangi, bukankah ini sebuah kemunafikan?

Mari mulai terbuka, mulai komunikasi dengan baik kepada pasangan. Mulailah jujur, tidak berbohong ke pasangan kita. Sampaikan ke pasanganmu bahwa kegiatan konservasi alam itu baik, bahwa ini positif dan ini adalah bagian dari ibadah. (Rosek Nursahid, founder PROFAUNA Indonesia)

Dari Bukit yang Kering, Kini Hutan P-WEC Miliki Beragam Spesies Flora dan Fauna

  JATIMTIMES  - Hutan Petungsewu-Wildlife Education Center (P-WEC) dulunya merupakan areal perbukitan kering yang jarang ditumbuhi oleh pepo...