Keberadaan macan tutul Jawa
di kawasan Gunung Semeru yang tertangkap kamera perangkap
sangat menggembirakan bagi pendiri Profauna, Rosek Nursahid.
Menurutnya,
keberadaan macan tutul Jawa
menunjukan bahwa habitat mereka masih eksis di alam liar.
Rosek Nursahid
berharap, perlindungan terhadap satwa liar dan dilindungi itu benar-benar
maksimal.
Dalam wawancara
dengan SURYAMALANG.COM,
Rosek berpendapat pekerjaan rumah yang harus dilakukan Balai Besar Taman
Nasional Bromo Tengger Semeru (BB TNBTS) adalah menjaga kelestarian macan tutul jawa
itu.
"Saya kira,
ditemukannya macan tutul itu
menggembirakan. Keberadaannya masih ada."
"PR-nya adalah
bagaimana kelestarian macan itu terjaga, bahkan populasinya meningkat."
"Tantangannya
nanti di situ. Tertangkapnya gambar macan itu menggembirakan," kata Rosek
kepada SURYAMALANG.COM, Kamis (23/1/2025).
Untuk menjaga
kelestarian macan tutul itu,
Rosek berpendapat perlunya dukungan habitat yang seimbang.
Sebagai hewan pemuncak
rantai makanan, macan tutul membutuhkan
mangsa untuk bertahan hidup.
Ketika keseimbangan
ekosistem terjaga, maka tidak sulit untuk menemukan mangsa.
"Kalau di
Jawa, macan tutul itu
top predator paling tinggi. Itu terkait dengan mangsa."
"Daya dukung
habitat dan mangsa harus seimbang. Hutannya harus dijaga. Mereka kalau memangsa
kan babi hutan, kadang juga monyet."
"Keseimbangan
ekosistem dijaga. Itu harus betul-betul terjaga," ujarnya.
Potensi perburuan liar
harus ditekan semaksimal mungkin. Berdasarkan pengalaman ProFauna, banyak
pemburu masuk dari kawasan Tirtoyudho dan Ampelgading, Kabupaten Malang.
Di sana, pemburu bisa
leluasa masuk kawasan taman nasional karena tidak ada penjagaan.
Dikatakan Rosek,
perburuan yang banyak terjadi di TNBTS adalah perburuan satwa burung, namun
tidak menutup kemungkinan pemburu memburu hewan lain ketika melihat peluang.
"Betul, memang di
sana lebih banyak berburu burung tetapi yang harus dicermati, biasanya pemburu
di lapangan berpotensi berburu satwa lain."
"Penangkapan
burung memang terjadi, di sana menggunakan pulut dan jaring. Saya kira tetap
tidak bisa dibenarkan."
"Harus steril.
Saya kira itu harga mati. Patroli untuk mencegah perburuan satwa perlu
diperluas," sarannya.
Kepala Balai Besar
Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (BB TNBTS), Rudijanta Tjahja Nugraha mengatakan
laporan perburuan sering ia dapatkan, namun tidak menemukan di lapangan.
Pasca menangkap
visual macan tutul jawa, petugas memperketat
kawasan taman nasional. Patroli juga dikuatkan untuk mengantisipasi masuknya
pemburu liar.
BB TNBTS berupaya
melindungi keberadaan macan tutul langka
itu. Rudi mengatakan, ia telah memerintahkan sejumlah petugas untuk memasifkan
pratoli kawasan agar tidak ada peruran liar yang dapat mengancam
keberlangsungan hidup macan tutul.
"Sejauh ini yang
kami dengar laporannya adalah perburuan burung. Kalau macan tutul masih
belum ada," katanya.
Hasil sementara
menunjukkan mayoritas macan tutul yang
terekam di kawasan TNBTS merupakan macan kumbang atau macan tutul melanistik,
yakni macan tutul dengan pigmen hitam dominan
pada bulunya. Menurut Rudi, kondisi ini terjadi akibat isolasi populasi dalam
jangka waktu lama.
"Isolasi ini
mengakibatkan variasi genetik di lanskap TNBTS cukup rendah, karena tidak ada
pertambahan genetik dari populasi macan tutul lain."
"Akibatnya, gen
yang meregulasi proses melanisme menjadi dominan, sehingga mayoritas macan tutul di
TNBTS berwarna hitam," jelasnya.
Artikel ini
telah tayang di SuryaMalang.com