Translate

Sabtu, 06 November 2021

Banjir Bandang di Kota Batu, Aktivis Duga Ada Alih Fungsi Hutan Jadi Pertanian

 
Banjir bandang di Kota Batu pada Kamis, 4 November 2021 diduga disebabkan alih fungsi hutan lindung di lereng Gunung Arjuno. Protection of Forest & Fauna (Profauna) menyusuri kawasan hutan lindung di lereng Gunung Arjuno pasca banjir bandang yang menyebabkan enam nyawa melayang dan tiga hilang. “Sekitar 90 persen tutupan hutan lindung di lereng Gunung Arjuno telah habis,” kata Ketua ProFauna, Rosek Nursahid dihubungi Tempo, Jumat 5 November 2021.

Hutan lindung, katanya, berubah fungsi menjadi lahan pertanian dengan komoditas aneka sayuran seperti kol, wortel dan kentang. Alih fungsi diduga terjadi selama bertahun-tahun, lokasinya curam dan kemiringan tajam. Sehingga tidak layak digunakan untuk lahan pertanian. “Saat curah hujan tinggi, tanah tergerus menutupi jalan air di Pusung Lading, Sumbergondo, Bumiaji,” ujar Rosek.

Selain itu, aneka pohon ukuran raksasa yang tumbang akibat kebakaran hutan dua tahun lalu turut menutup aliran sungai. Rosek melihat ada pembukaan lahan secara besar-besaran. Terjadi alih fungsi hutan lindung menjadi kebun sayuran.

Profauna mulai menjajaki petani sejak setahun terakhir untuk beralih komoditas buah buahan yang lebih aman dan bisa menahan laju longsor. Para petani di tiga lokasi antara lain Blok Bido Jali, Bumiaji dan Blok Pring Jowo telah beralih menanam aneka jenis buah seperti alpukat, durian, nangka, dan manggis. “Profauna memberi bantuan ribuan bibit tanaman buah,” ujarnya.

Rosek berharap bencana banjir bandang bisa membuka mata hati penduduk, dan Pemerintah Kota Batu untuk menghentikan alih fungsi hutan lindung menjadi lahan pertanian dan wisata. ProFauna menolak rencana investor menanam porang di kawasan tersebut.

Selain itu, Pemerintah Kota Batu dan Perum Perhutani diajak terlibat memulihkan hutan lindung tersebut. Dibutuhkan waktu selama 4-5 tahun untuk memulihkan hutan lindung. Hutan lindung tersebut menjadi rumah bagi macan tutul, lutung jawa kijang, dan aneka jenis burung.

Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Timur menyebut kerusakan hutan di Kota Batu terjadi selama 20 tahun terakhir. Manajer Kampanye Walhi Jawa Timur Wahyu Eka Setiawan membeberkan foto citra satelit yang menunjukkan 348 hektar hutan primer di Kota Batu hilang selama 20 tahun. Data dihimpun dari eksistensi lahan hijau pada 2012 seluas 6.034,62 hektar, lalu pada 2019 tersisa 5.279,15 hektar.

Hutan lindung di lereng Gunung Arjuna yang beralih fungsi ditanami sayuran

Ia menganalisis sekitar 150 hektar hutan di kawasan hulu Sungai Brantas berubah menjadi ladang pertanian. Sementara Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota Batu hanya sekitar 12-15 persen. “Alih fungsi hutan menjadi penyebab menurunnya wilayah resapan dan tangkapan air,” kata Wahyu.

Tidak ada kawasan perlindungan kawasan esensial khususnya kawasan hutan, lahan hijau dan kawasan mata air. Hal ini diperparah pada Revisi Perda RTRW Kota Batu yang di dalam aturan revisi tersebut tidak menjelaskan soal perlindungan kawasan esensial.

Selain itu Pemerintah Kota Batu merevisi Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) yang mengancam kawasan konservasi di hulu Sungai Brantas. Lantaran sebagian kawasan diberi peluang untuk diubah menjadi tempat wisata buatan dan pertanian. “Perda RTRW tidak sensitif bencana dan masa depan lingkungan hidup Kota Batu,” katanya.

Revisi Perda RTRW dilakukan secara tidak transparan dan partisipatif. Masyarakat tidak dilibatkan. Sementara, kini Perda RTRW tengah berada di tangan pemerintah pusat. Walhi Jawa Timur mendesak perlindungan kawasan esensial, demi masa depan Kota Batu. “Jika Kota Batu hancur, Kota Malang dan sepanjang DAS Brantas juga terdampak,” ujarnya.

Wakil Wali Kota Batu Punjul Santoso menjelaskan jika Wali Kota Batu Dewanti Rumpoko bersama pimpinan DPRD dipanggil Kementerian Agraria dan Tata Ruang terkait RTRW dan Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTK). “Saya sendiri belum tahu yang ditunjuk Kementerian ATR apakah sudah didok dewan dibawa untuk mendapat rekomendasi dan semua diloloskan? Kita belum tahu,” katanya.

Tim Profauna survey sampai hulu tentang jalur banjir dan titik longsor

Kementerian ATR, katanya, akan mengeluarkan rekomendasi atas revisi Perda RTRW tersebut. Ia mengklaim RTRW digunakan sebagai panduan penataan kawasan dan justru melindungi dan mencegah bencana alam seperti banjir dan tanah longsor. Sehingga, Pemkot Batu turut melibatkan Perum Perhutani dan Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) agar hutan dikelola secara hati-hati. “Tim bagian hukum masih melakukan kajian,” ujar Punjul.

Banjir, menurut dia, terjadi setiap tahun. Namun, tidak pernah sampai terjadi banjir bandang yang terjadi Kamis kemarin.  Mengenai penyebab banjir, tim teknis telah melakukan kajian tertulis.

Sedangkan untuk pola pertanian di kawasan hulu Sungai Brantas, Punjul menunjuk Kementerian Pertanian untuk menata pola tanam petani setempat. Melarang pertanian di lahan yang berkemiringan lebih dari 45 derajat. Tanaman harus menggunakan metode terasering. Tujuannya untuk mengurangi tanah longsor.

Hutan lindung yang berubah jadi lahan pertanian sayur di lereng Arjuna

Kepala Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Brantas Mohammad Rizal menjelaskan kondisi tangkapan air yang terbuka menyebabkan erosi. Berupa tanah dan bebatuan, dan pohon. “Saya kira harus diperbaiki ke depannya. Jangan sampai merembet ke Sungai Brantas,” katanya.

Sementara, Direktur Utama Perusahaan Umum Jasa Tirta 1 Raymond Valiant menilai banjir bandang melewati saluran alami. Kemudian saluran bergabung ke Sungai Brantas. Sehingga air yang mengangkut tanah, batu, kayu dan material lain mengalir dan masuk ke Sungai Brantas. Saat banjir di hulu, debit Sungai Brantas 430 meter kubik per detik, kategori kondisi siaga. Kini debit berangsur turun.

Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa menjelaskan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memprediksi November sampai Januari 2022 intensitas hujan meningkat. Intensitas hujan sekitar 20 sampai 70 persen lebih tinggi. “Sehingga berpotensi banjir dan tanah longsor,” katanya.

Sehingga ia mendorong Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) membangun kesiapsiagaan. Mulai mendirikan posko, menyiagakan relawan dan kampung tangguh, kampung siaga bencana. Tujuannya mencegah korban jiwa dan material yang besar.

Profauna, Perhutani dan petani mulai rehabilitasi hutan lindung di lereng Arjuna

Banjir bandang di Kota Batu menyebabkan enam nyawa melayang dan tiga orang hilang. Tubuh mereka hanyut terseret banjir. Sedangkan enam orang berhasil diselamatkan, sebagian masih menjalani perawatan di rumah sakit. Banjir juga menyebabkan 22 rumah rusak ringan hingga berat dan 142 jiwa mengungsi. “Total kerugian masih dihitung,” kata Wakil Wali Kota Batu Punjul.

Bencana banjir bandang di Kota Batu ditetapkan status tanggap darurat bencana sesuai Undang-undang Nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Untuk usaha mitigasi, Punjul menyampaikan telah mengerahkan bantuan komunikasi dari ORARI dan RAPI. Mereka bertugas memantau curah hujan, jika curah hujan tinggi agar segera melaporkan dan menginformasikan ke penduduk di sekitar sungai di Kota Batu untuk bersiaga.


Artikel ini telah tayang di Tempo ada tanggal 5 November 2021.

Dari Bukit yang Kering, Kini Hutan P-WEC Miliki Beragam Spesies Flora dan Fauna

  JATIMTIMES  - Hutan Petungsewu-Wildlife Education Center (P-WEC) dulunya merupakan areal perbukitan kering yang jarang ditumbuhi oleh pepo...