Untuk memperkuat
partisipasi publik dan pelindungan hukum bagi pejuang lingkungan hidup, Menteri
Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya, menerbitkan Peraturan Menteri
Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 10 Tahun 2024 tentang Pelindungan Hukum
bagi Orang yang Memperjuangkan Hak atas Lingkungan Hidup yang Baik dan Sehat.
Direktur Jenderal
Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakkum LHK) Rasio Ridho Sani,
mengatakan dengan terlindunginya pejuang-pejuang lingkungan, sinergi antara
aparat penegak hukum dan pembela lingkungan dapat terjalin dengan baik. Selain
itu, regulasi ini juga dapat menjawab kekhawatiran akan tindakan pembalasan
yang dapat menghambat proses penegakan hukum dan memperlemah partisipasi publik
dalam memperjuangkan lingkungan hidup tersebut.
"Dengan adanya
peraturan ini, kami berharap partisipasi publik dalam memperjuangkan lingkungan
hidup yang baik dan sehat akan lebih meningkat dan efektif," ujar Rasio
Ridho Sani pada Konferensi Pers di Jakarta, Selasa (17/9).
PermenLHK ini
merupakan peraturan pelaksana upaya perlindungan terhadap pejuang lingkungan
sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 66 UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang mengatur bahwa “Setiap orang
yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat
dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata”.
Lingkungan hidup yang
baik dan sehat merupakan hak asasi dan hak konstitusi setiap orang sebagaimana
diatur dalam Pasal 28 huruf h ayat (1) UUD 1945. Untuk itu publik harus
berpartisipasi dan memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan
sehat. Akan tetapi mengingat berbagai tantangan dan adanya tindakan pembalasan
yang dilakukan terhadap pejuang lingkungan hidup yang baik dan sehat, maka
diperlukan langkah-langkah efektif untuk memperkuat partisipasi publik dan
melindungi para pejuang lingkungan hidup.
Rasio Ridho Sani
mengatakan bahwa Permen LHK ini merupakan salah satu upaya yang dilakukan untuk
lebih memperkuat partisipasi publik dan langkah-langkah pelindungan terhadap
para pejuang lingkungan hidup dari tindakan-tindakan pembalasan terhadap orang
yang memperjuangkan lingkungan Hidup yang baik dan sehat dapat berupa: a.
pelemahan perjuangan dan partisipasi publik berupa ancaman tertulis; ancaman
lisan; kriminalisasi; dan/atau kekerasan fisik atau psikis yang membahayakan
diri, jiwa, dan harta termasuk keluarganya; b. somasi; c. proses pidana;
dan/atau d. gugatan perdata.
Rasio Ridho Sani
menambahkan bahwa perlindungan terhadap pejuang lingkungan hidup juga telah
diatur melalui Pedoman Kejaksaan Agung Nomor 8 Tahun 2022 tentang Penanganan
Perkara Tindak Pidana di Bidang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
dan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2023 tentang Pedoman Mengadili
Perkara Lingkungan Hidup.
"Kami
mengapresiasi upaya-upaya yang telah dilakukan oleh Mahkamah Agung dan
Kejaksaan Agung untuk melindungi pejuang lingkungan hidup. Dengan adanya
PermenLHK Nomor 10 Tahun 2024 ini akan lebih memperkuat upaya partisipasi
publik dalam memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan
sehat," ujarnya.
PermenLHK Nomor 10
Tahun 2024 sebagai instrumen awal serta bertujuan untuk mencegah adanya upaya
pembalasan dari pelaku pencemar/ perusak lingkungan hidup dan memastikan setiap
pejuang lingkungan mendapatkan haknya dalam proses hukum. Sebagaimana Pasal 2
ayat (2) Pelindungan hukum diberikan terhadap orang yang memperjuangkan
lingkungan hidup, yakni baik kepada orang perseorangan, kelompok, organisasi
lingkungan hidup, akademisi/ahli, masyarakat hukum adat ataupun badan usaha
yang berperan dalam perlindungan lingkungan hidup.
Bentuk perjuangan yang
dimaksudkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 PermenLHK ini, yakni kegiatan
yang bertujuan mewujudkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat, antara
lain berperan aktif dalam penyelenggaraan pendidikan, perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup; mengembangkan dan menjaga budaya dan kearifan lokal;
memberikan informasi dugaan pelanggaran lingkungan hidup; mengajukan usul,
pendapat dan/atau keberatan pada instansi pemerintah terhadap kegiatan yang
diduga menyebabkan pencemaran atau perusakan lingkungan hidup; menyampaikan
pengaduan lingkungan hidup; menyampaikan penolakan keberadaan rencana usaha
ataupun usaha eksisting yang diduga dapat menimbulkan pencemaran atau perusakan
lingkungan hidup; melaksanakan advokasi masyarakat yang terkait perlindungan
lingkungan hidup.
Adapun bentuk
pelindungan hukum yang diberikan kepada pejuang lingkungan sebagaimana diatur
dalam Pasal 6 ayat (2) PermenLHK ini terdiri atas pencegahan dan penanganan
terjadinya tindakan pembalasan. Pencegahan dapat dilakukan melalui pengembangan
kapasitas bagi aparat penegak hukum, pembentukan forum aparat penegak hukum
bersertifikasi lingkungan, koordinasi dengan pemerintah daerah, pembentukan
jaringan komunikasi antar penegak hukum, pemerintah daerah, dan instansi
terkait, serta pembentukan paralegal lingkungan.
Sedangkan penanganan
terkait tindakan pembalasan dilakukan dengan menetapkan kasus tersebut sebagai
tindakan pembalasan melalui penerbitan Keputusan Menteri LHK dan pelindungan
hukum. Untuk menilai apakah kasus tersebut merupakan tindakan pembalasan atau
tidak, sebagai dasar untuk menyetujui permohonan pelindungan hukum, Menteri LHK
membentuk Tim Penilai Penanganan Tindakan Pembalasan yang berjumlah ganjil dan
paling sedikit 7 (tujuh) orang, terdiri atas berbagai unsur, seperti dari
KLHK, aparat penegak hukum, kementerian/lembaga terkait, pemerintah daerah, dan
akademisi/ahli. Bentuk perlindungan hukum dilakukan oleh Menteri LHK dengan
menyampaikan keputusan Menteri mengenai Tindakan Pembalasan kepada aparat
penegak hukum dan pemohon serta pemberian jasa bantuan hukum atas tindakan
pembalasan berupa somasi dan gugatan perdata.
Selanjutnya, Rasio
menyatakan bahwa untuk meningkatkan efektivitas pelindungan terhadap para
pejuang lingkungan hidup, pihaknya akan berkoordinasi dengan lembaga otoritas
yang memiliki wewenang dalam pelindungan warga negara, seperti Lembaga
Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, dan
Komisi Nasional Perempuan serta dengan Kepolisian RI dan Kejaksaan Agung RI.